Minggu, 22 Januari 2012

BBG: Perlu Diperhatikan Risiko Teknis Bagi Mobil Dan Keselamatan?

Pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi siap diberlakukan pada 1 April mendatang. Sejalan dengan program ini, pemerintah juga mengupayakan konversi dari penggunaan BBM ke bahan bakar gas (BBG).

Tujuannya agar para pemilik mobil pribadi mempunyai pilihan apakah ingin menggunakan BBM nonsubsidi yang harganya bakal selangit--sekitar Rp 8.700 per liter--atau beralih menggunakan BBG, yang harganya lebih "miring"--Rp 3.600-5.100 per liter setara dengan Premium.

Masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan secara ekonomi. Penggunaan Pertamax memang tidak memerlukan perubahan apa pun di mobil dan lebih mudah. Hanya, itu tadi, harganya hampir dua kali lipat Premium.

Terdapat dua jenis BBG, yakni liquid gas for vehicle (LGV) dancompressed natural gas (CNG). Kendati pemerintah belum secara resmi menetapkan harga keduanya, dipastikan bahan bakar tersebut lebih murah ketimbang BBM nonsubsidi.

Namun investasi untuk beralih ke BBG tidaklah murah, karena para pemilik mobil harus membeli converter kit (pengalih fungsi mesin) seharga Rp 9-15 juta per unit.

"Konsumen bisa menghitung dengan membandingkan penggunaan Pertamax dengan asumsi lima tahun atau sesuai usia mobil, dengan membeli converter," kata Suwadji Wiryono, Direktur Operasional PT SUN Motor, dealer utama Mitsubishi, kepada Tempo.

Jika pemakaian BBG terbukti lebih murah, pertanyaan berikutnya apakah BBG benar-benar menguntungkan. "Belum tentu. Perlu juga diperhatikan risiko teknis bagi mobil dan keselamatan," kata Hindra Sutanto, ahli modifikasi yang juga pemimpin F1Speed Auto, Mega Glodok, Jakarta Pusat.

Pasalnya, terdapat beberapa kasus kebakaran mobil atau bus yang melibatkan BBG. Karena itu, untuk menjamin keselamatan pengendara, mereka meminta konsumen benar-benar teliti sebelum memasang converter di kendaraannya masing-masing.

Keduanya menyarankan agar, sebelum memasang converter, pemilik mobil berkonsultasi terlebih dulu dengan teknisi yang memiliki sertifikat pemasangan converter. Selain itu, konsumen diimbau agar tidak menggunakan komponen kelas II.

"Ini menyangkut keselamatan, sebaiknya beli yang asli," ujar Suwadji. Juwono Andrianto, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo), mengimbuhkan bahwa beberapa komponen penting dalam mobil harus diubah ketika dipasangi converter.

Komponen-komponen itu adalah klep, dudukan klep, dan ring piston. "Kalau tidak diubah, kemungkinan besar bisa rusak," katanya. Padahal semua komponen tersebut ibarat nyawa bagi mesin mobil.

Ia menuturkan, penggunaan dua bahan bakar sekaligus pada satu kendaraan punya efek negatif. Efek itu bisa berupa penurunan usia mesin. Pasalnya, gas memiliki oktan yang berbeda dengan bensin.

"Kalau digunakan pada satu mesin kan, ya, bisa rusak. Minimal usia mesin turun karena masalah pelumasan."

Sebaliknya, manajer sekaligus teknisi bengkel pemasang converter PT Autogas Indonesia, Hendi Suhendi, menjamin keamanan converter. "Saya sudah pakai lama dan tidak apa-apa," kata dia.

Tabung gas yang diletakkan di bagasi sudah dilindungi dengan teknologi canggih. Bila terjadi benturan atau tabrakan sekalipun, tidak akan
berdampak pada tabung tersebut.

Sebab, ketika benturan terjadi, tekanan gas akan berubah dan mengakibatkan kebocoran dari pipa. Gas terdorong keluar selanjutnya diamankan oleh multivalve dan dibuang melalui slang saluran keluar mobil. "Jadi, gas tidak bocor di dalam mobil," tuturnya.

Hendi mengakui banyak konsumen yang menanyakan perihal keamanan converter, apalagi setelah melihat bentuk tabung yang besar. Tapi dia memastikan komponen yang dipasok sudah berstandar internasional.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo mengungkapkan, converter kit yang juga diproduksi PT Dirgantara Indonesia tidak kalah oleh produksi Italia. "Membuat pesawat saja bisa, apalagi alat konversi. Pasti bisa sesuai standar internasional," ujar dia.

Akademisi dari Institut Teknologi Bandung ini pun mengaku sudah memasang converter di mobil dinasnya. Dalam pengujian pekan lalu, Honda Civic miliknya melaju kencang dari Serpong ke Medan Merdeka Selatan.

"Tuh kan, tidak ada bedanya kok dengan pakai bensin. Lebih bersih malah hasil emisinya."

ARIF ARIANTO | GADI MAKITAN | GUSTIDHA BUDIARTIE | EFRI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...