Ketua Persatuan Pengusaha Tionghoa Indonesia Richard Tan menampik anggapan itu. Dia mengakui jika produk-produk China berharga murah. Namun soal kualitas, itu hanya pandangan masyarakat lantaran belum terbiasa. Dia membandingkannya dengan nasib produk Jepang di Tanah Air pada era 1970-an yang juga dipandang sebelah mata oleh konsumen.
"Dulu 30 tahun lalu kita lihat barang Jepang juga dianggap murahan, tapi sekarang kita lihat teknologinya. Produk China itu murah karena kita sesuaikan teknologinya, mau motor harga Rp 20 juta bisa, minta yang Rp 10 juta juga bisa. Jadi murah dengan murahan itu berbeda," ujarnya di JIExpo, Kemayoran, Kamis (30/5).
Richard membeberkan rahasia kenapa produk China saat ini diekspor ke seluruh dunia. Dia menilai, pengusaha di negara itu bisa memenuhi permintaan pasar dengan rentang harga bervariasi. Ongkos produksi ditekan karena memakai sistem perusahaan rumahan alias usaha kecil menengah.
"Perusahaan China itu menyesuaikan yang mengorder, jadi mengikuti tren pasar, dia pun dituntut pasar domestik yang tinggi, satu miliar penduduk. Itu sebabnya dari China ada berbagai variasi handphone, kenapa semua konsumen diharuskan membeli yang harga Rp 10 juta sedangkan butuhnya di spesifikasi yang sama ada Rp 700.000," paparnya.
China saat ini juga memasuki pasar manufaktur maju, seperti otomotif, elektronik, dan teknologi informasi. Richard menilai, selain variasi harga, produk dari Negeri Panda itu di masa depan akan menguasai pasaran dunia karena mudah dipakai konsumen.
"Barang China itu user friendly, mudah dipakai, dan mudah direparasi," kata Richard.
Berdasarkan data resmi yang dirilis pemerintah China, pada periode Desember 2012, perdagangan ekspor China naik 14,1 persen dibanding tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi China tahun ini diprediksi meningkat 8,5 persen. Artinya, arus produk dari China ke Tanah Air juga berpeluang lebih besar.
Tahun lalu, nilai perdagangan Indonesia-China sebesar USD 600 juta. Total impor nonmigas Indonesia terbesar berasal dari China, mencapai USD 26 miliar.